Gerhana matahari

Minggu, 29 November 2015

Katai Putih Terpanas Ditemukan, 45 Kali Lebih Panas dari Permukaan Matahari

Ilustrasi. Kredit: Getty Images
 - Para astronom dari University of Tübingen dan University of Potsdam telah berhasil mengidentifikasi sebuah bintang katai putih terpanas yang pernah ditemukan di galaksi kita. Dengan suhu diperkirakan 250.000 derajat Celcius, bintang sekarat di pinggiran Bima Sakti ini sudah memasuki fase pendinginan.

Ini juga merupaka pengalaman pertama para astronom dari kedua universitas di atas untuk mengamati awan gas intergalaksi yang bergerak menuju Bima Sakti, yang menunjukkan bahwa galaksi mengumpulkan material-material dari luar angkasa, yang dapat digunakan untuk menciptakan bintang baru. Temuan ini telah diterbitkan dalam jurnal Astronomy & Astrophysics.

Bintang katai putih ini relatif memiliki massa yang rendah, seperti Matahari kita, dan memiliki suhu yang sangat panas menjelang akhir kehidupannya. Suhu permukaan Matahari bahkan kalah panas dari katai putih ini, Matahari memiliki suhu permukaan sekitar 6.000 derajat Celcius, sejak kelahirannya 4,6 miliar tahun yang lalu.

Nantinya, beberapa tahun sebelum sumber energi nuklir Matahari habis dalam waktu sekitar lima miliar tahun dari sekarang, Matahari akan mencapai suhu 30 kali lebih panas dari suhunya saat ini, atau sekitar 180.000 derajat Celcius sebelum mendingin sebagai katai putih. Simulasi komputer menunjukkan bahwa sebuah bintang bisa menjadi lebih panas dari suhu Matahari di masa depan. Suhu tertinggi sebuah bintang sekarat bisa mencapai 200.000 derajat Celcius!

Menariknya, evaluasi peneliti dari spektrum ultraviolet yang didata melalui Teleskop Antariksa Hubble, mencatat sebuah rekor baru di mana sebuah bintang sekarat bisa mencapai suhu 250.000 derajat Celcius. Sebuah suhu yang hanya bisa dicapai oleh bintang yang memiliki massa sekitar 5 kali lebih besar dari Matahari kita.

Diagram letak katai putih RX J0439.8-6809. Kredit: University of Postdam
Bintang katai putih, yang bernama resmi RX J0439.8-6809 (ya, kalian boleh abaikan membaca namanya, atau sebut saja "Bunga"), telah memasuki tahap pendinginan. Bintang ini tampaknya telah mencapai suhu maksimum yang mencapai 400.000 derajat Celcius sekitar seribu tahun yang lalu.

Sayangnya, komposisi kimianya belum bisa dipahami para astronom. Sebuah analisis menunjukkan bahwa karbon dan oksigen ternyata hadir di permukaannya, sebuah gas hasil dari fusi nuklir helium, proses yang biasanya berlangsung jauh di dalam inti bintang.

RX J0439.8-6809 pertama kali terlihat manusia Bumi lebih dari 20 tahun yang lalu, muncul bagai titik di langit yang sangat terang dalam citra sinar-X, yang secara tidak langsung menunjukkan sumber panas yang luar biasa pada permukaannya.

Awalnya, bintang katai putih ini melakukan fusi nuklir di permukaannya menggunakan hidrogen yang diambil dari bintang pendampingnya. Para astronom juga mengasumsikan katai putih ini terletak di galaksi tetangga kita, Awan Magellan Besar. Namun, data Hubble yang terbaru menunjukkan bahwa bintang katai putih ini berada di pinggiran Bima Sakti, dan bergerak menjauh dari kita dengan kecepatan 220 kilometer per detik!

Spektrum ultraviolet bintang katai putih ini menandakan sebuah kejutan lain. Spektrum tersebut menunjukkan adanya gas yang bukan milik sang bintang, yang tidak lain merupakan bagian dari awan gas yang terletak di antara Bima Sakti dan katai putih RX J0439.8-6809. Efek Doppler memungkinkan para peneliti untuk menentukan bahwa awan gas ini bergerak menjauh dari katai putih pada kecepatan sekitar 150 kilometer per detik dan bergerak ke arah Bima Sakti.

Kamis, 12 November 2015

Luar Angkasa: The Final Frontier

Kredit: Shutterstock
“Space the final frontier, These are the voyages of the starship Enterprise. Its continuing mission: to explore strange new worlds, to seek out new life and new civilizations, to boldly go where no one has gone before.”

Begitulah kalimat pembuka film Star Trek yang familiar bagi masyarakat Indonesia, yang dengan imajinasinya menggambarkan pada kita apa itu luar angkasa. Bahwa luar angkasa adalah perbatasan tanpa akhir. Suatu ujung yang membuka perjalanan luas, yang pula tanpa akhir. Pada kenyataannya luar angkasa itu melupakan permulaan setelah lapis demi lapis apa yang disebut sebagai angkasanya Bumi, alias sphere.

Sederhananya, luar angkasa adalah tempat di luar Bumi. Di pikiran Anda, menuju luar angkasa pasti sulit. Dan kenyataannya memang demikian. Anda harus melintasi beberapa lapisan, hingga akhirnya benar-benar ada di luar angkasa.

Lapisan pertama, troposfer sejauh 1-20 km dari lapisan Bumi, selanjutnya stratosfer 50 km, mesosfer 85 km dari lapisan Bumi tempat terbakarnya meteor yang mendekati atmosfer Bumi, lantas thermosfer, lapisan teratas tempat manusia mengorbitkan beragam satelit dan sampah angkasa lainnya, serta tempat orbital space shuttle dengan misi pengetahuan bagi manusia yang terletak 690 km di atas angkasa Bumi, dan inilah yang terakhir eksosfer, gerbang menuju tanpa batas langit, 10.000 km.

Setelah, melewati eksosfer, barulah manusia lenyap di telan luar angkasa, walau batas tentang apa yang dimaksud sebagai luar angkasa itu masih dalam perdebatan yang boleh disengitkan boleh dibuat gampang. Untuk memastikan pula bahwa yang namanya angkasa itu wilayahnya manusia maka dibuat pula serta-merta hukum tentang batas-batas luar angkasa.

Memahami luar angkasa, berupaya untuk membuktikan suatu bentuk keberadaan yang paling imajinatif duluan, sebagaimana dalam film fiksi ilmiah, lalu dicarikan bukti pembenarannya.

Bahwa sesuatu yang berada di luar tanah (Bumi), planet, bintang, matahari, bukanlah ancaman bagi manusia. Oleh karena itulah, tanpa belajar tentang luar angkasa pun, suatu sinkronisasi pemahaman harus diberikan lebih dahulu. Bahwa mempelajari luar angkasa dan benda langit, sama saja dengan menjauhkan diri kita dari mempelajari yang dekat dan begitu intim, misalkan pengelolaan Bumi.

Luar angkasa tidak bisa diklaim oleh suatu negara sebagai bagian dari negaranya. Karena sekali lagi, luar ankasa adalah perbatasan tanpa akhir. Cara manusia belajar alam semesta dan apa yang terjadi di luar angkasa akan selalu evolve, akan selalu berevolusi selalu dengan kepentingan sosial manusianya.